“Idealism is behavior or thought based on a conception of things as they should be or as one would wish them to be; idealization”
Begitulah kira-kira tentang pengertian idealisme yang singkat. Dalam tulisan ini saya tidak membahas idealisme itu sendiri secara rinci dan empiris. Bertolak dari itu saya aka mencoba mengulasnya dengan bahasa singkat dan mengutip kejadian-kejadian yang berhubungan.
Semasa mahasiswa, kita pasti di tuntut untuk berpikir yang teoristis dan sistematis yang tidak lain adalah buah dari pendidikan akademis. Sedangkan salah satu karateristik akademis itu sendiri adalah berhubungan dengan teori yang berisi idealisasi-idealisasi subjek disiplin ilmu tertentu. Misalnya, ilmu scientific, akan lebih banyak mengungkap teori-teori yang diambil dari results penelitian-penelitian sebelumnya yang dijadikan patokan. Begitu juga dalam ilmu sosial, idealisme yang bersumber dari fenomena-fenomena sosial yang ditarik kedalam teori-teori (teori konflik misalnya) untuk dijadikan sandaran menganalisa fenomena selanjutnya yang berhubungan (teori konflik).
Dari penjelasan diatas maka tidak heran biasanya para akademisi dan mahasiswa sangatlah fasih ketika berbicara tentang idealisme yang lebih banyak digali dari buku-buku. Sesuatu hal yang mungkin akan berbeda ketika mengadakan pengamatan langsung ke lapangan (penelitian). Disinilah sebenarnya kematangan dan ketangkasan seseorang peneliti (researcher) diuji serta akan mendapatkan opini relativitas akademis. Biasanya dalam ilmu-ilmu sosial mempunyai tingkat kerelativisan yang lebih tinggi dari pada scientific. Hal ini umumnya disebabkan karena objek-objek disiplin ilmu tersendiri, jadi semakin dinamis sebuah objek maka dihasilkan cenderung heterogen serta kompleks.
Khusus untuk ilmu-ilmu sosial, yang sudah lazim mengambil objek masyarakat sebagai core mind-nya maka perkembangan dari waktu ke waktu masyarakat itu sendiri menyebabkan idealisme itu dapat berubah sesuai dengan konteknya.
Bagaimana dengan mahasiswa yang kata orang harus berjiwa idealis atau idealisme? Tautan pengertian yang saya pampang di awal tulisan dapat dijadikan acuan dalam penelaahan yaitu memandang sesuatu dilakukan dengan kaca mata seharusnya dalam artian gejala-gejala yang ada harus selalu dibenturkan dengan paradigma-paradigma kesempurnaan. sebagai contoh mahasiswa yang idealis biasanya cenderung memberikan ruang jawaban yang teoristis ketimbang realistis. Padahal kadang masalah-masalah juga merupakan sumber solusi yang realistis. Disini saya bukan berarti menekankan bahwa berpikir realistis adalah lebih baik daripada idealis, akan tetapi jiwa idealisme mahasiswa itu sendiri yang sering terjebak pada pemikiran-pemikiran teoristis yang begitu kompleks serta pola-pola ketidakadilan keputusan (keberpihakan) ide itulah pada akhirnya yang menjadi pendapat akhirnya. Salah satu contohnya, ketika mahasiswa memandang fenomena-fenomena kemiskinan masyarakat, sering kali hanya lebih banyak memakai satu atau beberapa analisa (kiri, pembangunan, konservatif dan sebagainya) serta melewatkan pengaruh pribadi objek ataupun ikatan-ikatan lain seperti ajaran agama dan filosofi hidup yang menjadi dasar kehidupan didalamnya. Puncaknya pemikiran idealisme adalah sebuah kerelativisan belaka, tidak absolut dan masih membuka perbedaan dan perkembangan yang terikat pada konteks.
Hemat saya, berpikirlah yang seimbang (adil) antara teori dengan realitas. Sesuatu yang sulit untuk dilakukan, bukan?
LINK SAHABATS
Labels
- Postingan Umum (9)
- Profil Pengurus (4)
- Tentang STIA AL GAZALI (1)
Jumlah Pengunjung
Obrolan
Diposting oleh
BEM STIA AL GAZALI BARRU
Selasa, 25 Mei 2010
Label:
Postingan Umum
Langganan:
Posting Komentar (Atom)